Saat engkau sedang sendiri jangan katakan aku sendiri, tetapi katakan ada yang senantiasa mengawasi diri ini. Dan sedikitpun jangan menyangka bahwa Allah lalai, atau menyangka Dia tak tahu apa yang tersembunyi.

Minggu, 21 November 2010

Bahaya Minuman Memabukkan (Khomr)

عن سعيد بن أبي بردة عن أبيه عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فسأله عن أشربة تصنع بها فقال وما هي قال البتع والمزر -فقلت لأبي بردة ما البتع قال نبيذ العسل والمزر نبيذ الشعير- فقال كل مسكر حرام

Dari Sai’id bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya Nabi ÷ mengutusnya ke negeri Yaman maka ia pun (Abu Musa) bertanya kepada Nabi tentang hukum minum-minuman yang dibuat di Yaman. Nabi pun bertanya kepadanya, “Apakah minum-minuman tersebut?” ia menjawab, Al-Bit’ (Dengan mengkasroh huruf ba’ dan mensukun huruf ta’, dan terkadang dengan memfathah huruf ta’. Fathul Bari, 10/42) dan dan Al-Mizr (Dengan mengkasroh huruf mim dan mensukun huruf zay, Umdatul Qori, 18/3). -Aku (Sa’id bin Abi Burdah) bertanya kepada Abi Burdah, “Apakah itu Al-Bit’?”, ia berkata, “Al-Bit’ adalah nabidz (Dikatakan seseorang membuat nabidz dari kurma atau dari anggur jika ia meletakkan kurma atau anggur tersebut di sebuah bejana yang berisi air hingga memekat hingga akhirnya memabukkan (Lisanul Arab, 3/512) madu dan Al-Mizr adalah nabidz gandum”-. Maka Nabi bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Al-Bukhari, 4/1579 no. 4087 dan 5/2269 no. 5773, Muslim 3/1586 no. 1733)


Sekelompok salaf Berkata bahwasanya peminum khomr melalui suatu waktu di mana ia tidak mengenal pada waktu tersebut Rabbnya, padahal Allah hanyalah menciptakan mereka (para peminum khomr) untuk mengenal-Nya, mengingat-Nya, beribadah kepada-Nya, dan taat kepada-Nya. Maka perkara apa saja yang mengantarkan kepada terhalanginya seorang hamba dengan tujuan-tujuan penciptaannya dan menghalangi antara hamba dari mengenal dan mengingat serta bermunajat kepada Rabbnya maka hukumnya adalah haram, dan perkara tersebut adalah mabuk. Dan hal ini berbeda dengan tidur, karena Allah telah menjadikan hamba-hambaNya memiliki sifat tersebut dan menjadikan mereka harus membutuhkan hal itu, tidak ada penegak untuk menegakkan tubuh-tubuh mereka kecuali dengan tidur karena tidur merupakan istirahat dari keletihan dan kelelahan. Tidur merupakan salah satu nikmat Allah yang sangat besar kepada hamba-hambaNya. Jika seorang mukmin tidur sesuai dengan kebutuhannya lalu bangun dari tidurnya untuk mengingat Allah dan bermunajat kepada-Nya serta berdoa kepada-Nya maka tidurnya itu merupakan penolong baginya untuk shalat dan berzikir. Oleh karena itu sebagian salaf berkata, “Aku mengharapkan pahala dari Allah dengan tidurku sebagaimana aku mengharapkan pahala dengan shalat malamku.” (Jami’ul Ulum, 1/421)

Akal adalah anggota tubuh yang membedakan antara hewan dan manusia, akal merupakan tempat memahami, dengan akal seseorang bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara hak dan batil. Oleh karena itu agama Islam sangat memperhatikan penjagaan akal dan menjadikan sebagai tempat digantungkannya “taklif” (beban untuk menjalankan hukum-hukum syariat) dan Islam menjatuhkan taklif bagi orang yang kehilangan akal sebagaimana sabda Nabi:

رفع القلم عن ثلاثة عن المجنون المغلوب على عقله حتى يفيق وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم

“Pena Diangkat dari tiga (golongan), orang gila yang hilang akalnya hingga sadar, dari orang yang tidur hingga terjaga dan dari anak kecil hingga bermimpi (dewasa)” (HR. Abu Daud, 4/140 dan ini adalah lafal dari Abu Dawud, Ibnu Majah. 1/658, Ibnu Hibban. 1/356, Ibnu Khuzaimah, 4/348)

Jika kita menelusuri ayat-ayat al-Qur’an maka kita akan dapati bahwa penyebutan tentang akal berulang-ulang hingga 49 kali dengan metode penyebutan yang bervariasi. Diantaranya:

1. Dengan pertanyaan untuk menghinakan أَفَلاَ تَعْقِلُونَ dan ayat seperti ini terulang dalam al-Qur’an sebanyak 15 kali, diantaranya:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Alkitab (Taurat) Maka tidakkah kamu berpikir?.” (QS. al-Baqarah [2]: 44)

Allah memberikan pertanyaan ini yang tujuannya adalah untuk menghinakan mereka akibat mereka tidak menggunakan akal mereka untuk memikirkan ayat-ayat Allah, padahal Allah telah memberikan mereka karunia akal dan Allah menurunkan kepada mereka ayat-ayat yang bisa dipahami dengan akal mereka. Pada akhirnya di akhirat kelak mereka baru merasakan pentingnya menggunakan akal mereka sebagaimana penyesalan yang mereka ungkapkan kelak tatkala mereka di neraka,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Dan mereka berkata, ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Mulk [67]: 10)

2. Datang penyebutan akal juga dalam konteks لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون dan ini berulang dalam al-Qur’an delapan kali, diantaranya:

فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, agar kamu mengerti.“ (QS. al-Baqarah [2]: 73)

Demikian juga firman Allah:

كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukumNya), supaya kamu memahaminya.” (QS. al-Baqarah [2]: 242)

Dari bentuk penyebutan akal yang kedua ini jelas kita pahami bahwa Allah menurunkan dan menampakkan ayat-ayatnya adalah agar manusia menggunakan akal mereka untuk merenungi kebesaran Allah

3. Penyebutan akal juga dalam konteks لاَ يَعْقِلُونَ dan ini berjumlah 11 kali, diantaranya firman Allah:

أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ

“Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah [2]: 170)

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ

“Mereka tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (QS. al-Baqarah [2]: 171)

4. Penyebutan akal dalam al-Qur’an juga datang konteks يَعْقِلُونَ dan ini berjumlah 8 kali, diantaranya firman Allah:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.“ (QS. al-Baqarah [2]: 164)

Perhatikanlah, Allah dalam ayat ini sebelumnya menyebutkan terlebih dahulu ayat-ayat kauniyah yang Allah hamparkan di penjuru alam sebagai ‘ibroh (pelajaran) bagi mereka yang menggunakan akal mereka

5. Penyebutan tentang akal juga datang dalam al-Qur’an dalam konteks إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ dan ini berjumlah dua kali.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.“ (QS. Ali Imran [3]: 118)

قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

“Musa berkata: “Rabb yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya (Itulah Rabbmu) jika kamu mempergunakan akal.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 28)

Yaitu jika kalian adalah orang-orang yang berakal maka terbitnya matahari di timur dan terbenamnya di barat menunjukkan bahwa tidak ada yang menguasainya kecuali Allah –padahal hal ini juga diketahui oleh orang yang jahil-

6. Penyebutan tentang akal juga datang dalam al-Qur’an dalam konteks عَقَلُوهُ dalam ayat berikut:

أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (البقرة:75)

“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah lalu mereka mengubahya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. al-Baqarah [2]: 75)

7. Penyebutan tentang akal juga datang dalam al-Qur’an dalam konteks يَعْقِلُهَا dalam ayat berikut:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu.“ (QS. al-Ankabut [29]: 43)

Ini adalah sekilas tentang bentuk-bentuk penyebutan akal dalam al-Qur’an. Penyebutan akal berulang-ulang dalam Al-Qur’an dengan jumlah yang banyak ini menunjukkan urgensinya akal, karena ia adalah tempat memahami dan tempat digantungkannya taklif (beban). Jika akal menempati kedudukan yang sangat penting ini, maka syariat telah memerintahkan untuk menjaga akal bahkan ia termasuk dari Ad-Dhoruriat Al-Khomsah (agama, jiwa, akal, harta, keturunan) yang patut dijaga dalam kehidupan manusia.

Oleh karena itu perbuatan kriminal seseorang terhadap akalnya dengan meniadakan fungsi akal dan menghentikan aktivitas akal maka orang tersebut pantas untuk dihukum akibat perbuatan kriminalnya tersebut walaupun pada hakikatnya orang tersebut telah berbuat kriminal terhadap dirinya sendiri di mana ia telah menutup akalnya, sehingga jadilah ia seperti hewan atau lebih parah, ia menjadi makhluk yang tidak bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan karena alat yang digunakannya untuk membedakan telah ia rusakkan fungsinya.

Apakah merupakan tindakan seorang yang memiliki akal untuk -dengan pilihannya- berusaha untuk menghilangkan fungsi akalnya??. Akal merupakan alat yang sangat teliti yang mampu mencatat masa lalunya dengan baik serta membuatnya berjalan dalam jalan yang teratur, serta memberikan gambaran yang baik di masa depan, apakah ada orang yang berakal yang ingin menghilangkan fungsi akalnya??. Sesungguhnya orang yang menghilangkan fungsi akalnya dengan sengaja, perbuatannya itu menunjukkan bahwa ia merasa mampu tanpa akalnya, ia tidak butuh dengan akalnya, ia ingin berjalan di atas muka bumi dengan keadaannya yang tanpa akal, dia ingin seperti hewan-hewan yang tidak bisa membedakan, atau seperti benda-benda mati yang tidak bisa merasakan apa yang terjadi di daerah sekitarnya. (Lihat pembahasan Syaikh Sa’d Nida dalam majalah Jami’ah Islamiyah no. 54, hal 123-131)

Sebagian salaf berkata, “Aku heran dengan orang yang berakal yang sengaja dengan meminum khomr untuk menggabungkan dirinya dalam golongan orang-orang yang tidak berakal (gila).”

Ibnu Abi Dunya menyebutkan bahwa ia melewati seorang yang sedang mabuk lalu orang mabuk tersebut kencing di kedua telapak tangannya kemudian ia berbuat seakan-akan orang yang sedang berwudhu lalu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam sebagai cahaya dan menjadikan air sebagai penyuci.” !!??

Hukum Khomr

Allah telah mengharamkan khomr dengan firman-Nya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون، إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاغُ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka tidakkah kalian berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?? Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.“ (QS. al-Maidah [5]: 90-92)


Para ulama telah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan bahwa khomr adalah haram dan hukum pengharamannya adalah sangat jelas dan qot’i, hal ini dapat dilihat dari beberapa sisi:

1. Allah menjadikan khomr dan perjudian termasuk rijs (najis) sebagaimana firman Allah di atas.

Ayat ini dibuka dengan lafal إِنَّمَا yang memberikan faedah pengkhususan dan pembatasan. Hal ini menunjukkan tidak ada sifat dalam khomr kecuali kenajisan. Dan jika kita memeriksa lafal الرِّجْسَ dalam al-Qur’an maka kita akan dapati tidaklah Allah menyifati dengan الرِّجْسَ kecuali pada perkara-perkara yang sangat buruk, diantaranya firman Allah

فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ

“Maka jauhilah olehmu barhala-berhala yang najis itu.” (QS. al-Hajj [22]: 30)

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُون

“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk(memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.“ (QS. al-An’am [6]: 125)

وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْساً إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُون

“Dan adapun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.“ (QS. at-Taubah [9]: 125)

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Rabbmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (QS. al-An’am [6]: 145)

سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون

“Kelak mereka bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada meraka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah kepada mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.“ (QS. at-Taubah [9]: 95)

Maka demikianlah, meminum khomr termasuk dalam kalimat ar-rijsbersama dengan kekufuran, dan orang-orang kafir, serta penyembahan berhala.

2. Allah menggandengkan antara khomr dan perjudian dengan bentuk-bentuk kesyirikan yaitu penyembahan berhala الْأَنْصَابُ dan mengundi nasib dengan anak panah الْأَزْلامُ .

3. Allah menjadikan khomr dan perjudian termasuk perbuatan syaitan, dan syaitan tidaklah melakukan kecuali keburukan dan kejahatan, dan dalam bahasa Arab dan uslub (metode) al-Qur’an adalah sebagai ungkapan bagi sesuatu yang sangat keji dan buruk

4. Allah memerintahkan untuk menjauhi khomr, dan larangan untuk menjauhi sesuatu lebih keras daripada larangan untuk langsung mengonsumsi sesuatu tersebut.

5. Allah mengaitkan sikap penjauhan khomr dengan الفَلاَح keberuntungan (kemenangan), dan lafal keberuntungan mengandung makna keselamatan dari kerugian dan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Allah menjelaskan bahwa sikap mendekati khomr mengantarkan kepada kerugian yang umum (baik di dunia maupun di akhirat)

6. Allah menjelaskan akibat buruk dari meminum khomr dalam hubungan kemasyarakatan di antara manusia:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan berjudi itu.”

7. Selain itu Allah juga menjelaskan tentang akibat buruk khomr yang berkaitan dengan akhirat yaitu terputusnya hubungan antara peminum khomr dengan Rabbnya:

وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ

“Dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat.”

8. Yang terakhir Allah tutup ayat ini dengan pertanyaan untuk penghinaan dengan firman-Nya فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (maka tidakkah kalian berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)??. yang menunjukkan akan ancaman yang keras.

Allah menyabung ayat perintah untuk menjauhi khomr dengan firman-Nya:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاغُ الْمُبِينُ

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. an-nisaa [5]: 92)

Lihatlah bagaimana Allah mengaitkan pengharaman khomr dengan ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasulullah, yang jika seandainya setiap orang meninggalkan larangan-larangan Allah karena ketaatan kepada Allah maka akan selesailah kebanyakan problematika yang ada di masyarakat.

Adapun jika kita mengingatkan para peminum khomr dengan menakut-nakuti mereka dengan penyakit dan bahaya yang bisa ditimbulkan oleh khomr maka ini hanyalah dilakukan bagi orang-orang yang imannya lemah dan bukanlah metode yang baik jika dijadikan metode yang utama. Bahkan kenyataan yang ada, banyak dari peminum khomr yang tidak merasa khawatir dengan kesehatannya, lihat saja orang-orang kafir, mereka terus meminum khomr walaupun telah dijelaskan pada mereka tentang bahaya khomr, bahkan penjelasan mereka (orang-orang kafir) tentang bahayanya khomr jauh lebih baik daripada penjelasan kita (secara umum), namun hal ini kurang bermanfaat dalam menghentikan budaya minum khomr. Oleh karena itu Rasulullah mentarbiyah (mendidik) para sahabatnya dengan mengaitkan perintah untuk meninggalkan larangan-larangan Allah dengan ketaatan kepada Allah, sehingga tatkala seseorang terbiasa meninggalkan perkara yang dilarang oleh Allah karena ketaatan kepada Allah (bukan karena kepentingan dunia) maka akan semakin bertambah imannya dan semakin mudah baginya untuk meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah. Jika kita perhatikan bagaimana kisah para sahabat tatkala diharamkannya khomr sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits diantaranya:

كنت ساقي القوم في منزل أبي طلحة فنزل تحريم الخمر فأمر مناديا فنادى فقال أبو طلحة أخرج فانظر ما هذا الصوت قال فخرجت فقلت هذا مناد ينادي ألا إن الخمر قد حرمت فقال لي اذهب فأهرقها قال فجرت في سكك المدينة

Dari Anas bin Malik ia berkata, “Aku adalah penuang khomr bagi orang-orang di rumah Abu Thalhah lalu turunlah ayat tentang pengharaman khomr. Maka Rasulullah menyuruh seseorang untuk menyerukan kepada manusia (akan pengharaman khomr), lalu Abu Thalhah berkata kepadaku, “Lihatlah suara apakah itu?” maka akupun keluar lalu kukatakan kepadanya ini adalah suara seorang penyeru yang menyerukan bahwasanya khomr telah diharamkan. Lalu ia berkata kepadaku, ‘Pergilah engkau dan tumpahkanlah khomr’, maka akupun keluar lalu ditumpahkanlah khomr di jalan-jalan kota Madinah.” (HR Al-Bukhari, 4/1688 no. 4344 dan Muslim 3?1670 no. 1980)

Lihatlah para sahabat bagaimana mudahnya bagi mereka untuk berhenti dari meminum khomr padahal di antara mereka ada yang merupakan pecandu khomr selama bertahun-tahun. Dan cukup bagi Rasulullah untuk menghentikan mereka dari meminum khomr dengan mengutus seseorang yang menyerukan akan diharamkannya khomr

Jika kita memperhatikan metode-metode pengharaman yang terdapat dalam ayat ini maka sangatlah jelas bahwasanya satu saja dari metode-metode di atas sudah cukup untuk mengharamkan khomr apalagi jika berkumpul semua metode-metode di atas. Namun anehnya masih saja ada orang yang menghalalkan khomr atau berkata khomr hukumnya hanyalah makruh dan tidak haram karena tidak ada dalam ayat yang jelas-jelas mengatakan(diharamkan atas kalian khomr) sebagaimana pengharaman bangkai(diharamkan atas kalian memakan bangkai), yang ada hanyalah perintah untuk menjauhi khomr (jauihilah khomr). Sungguh benar sabda Nabi yang sejak jauh-jauh telah mengingatkan kita akan hal ini.

ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

“Sungguh akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina, kain sutra (bagi kaum pria), khomr, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari, 5/2123 no. 5268)

Barang siapa yang mengamati dengan baik maka ia akan tahu bahwa Firman Allah ini(jauihilah khomr) lebih jelas dan lebih mengena serta lebih kuat pengharamannya daripada seandainya jika Allah berkata(diharamkan atas kalian khomr), karena perintah untuk menjauhi khomr berarti diharamkan mendekati khomr dengan bentuk apapun apalagi sampai meminumnya.

Telah kita ketahui bersama bahwasanya yang menyebabkan Nabi Adam dan istrinya Hawwa dikeluarkan dari surga adalah karena mereka berdua memakan buah khuldi, hal ini menunjukkan bahwa memakan buah khuldi adalah hukumnya haram bagi mereka berdua. Namun jika kita perhatikan ternyata Allah tidaklah mengatakan kepada mereka berdua “Janganlah kalian berdua makan buah khuldi” tetapi yang Allah perintahkan kepada mereka berdua adalah firman-Nya:

وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِين

“Maka janganlah kalian berdua mendekati pohon ini sehingga kalian menjadi termasuk orang-orang yang zalim.”

Apakah perbedaan antara perkataan Allah (Janganlah kalian berdua mendekati pohon ini) dengan jika seandainya Allah berkata (Janganlah kalian berdua memakan buah dari pohon ini)??

Seakan-akan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah wajib untuk dijauhi dan wajib untuk menjauhi medan dari perkara-perkara tersebut, karena mendekati perkara-perkara yang haram akan membuka pintu-pintu syaitan untuk menggoda. Dari sini maka kita tahu bahwa larangan untuk mendekati pohon lebih keras daripada larangan untuk memakan buah pohon tersebut, karena seandainya seseorang dilarang untuk memakan buah dari suatu pohon namun tidak dilarang untuk mendekati pohon tersebut maka boleh baginya untuk mendekati pohon tersebut dan memandang keindahannya, atau bahkan memanjatnya, atau bahkan memegang buahnya dan memandang keranuman buahnya. Orang yang seperti ini maka sungguh sangat dikhawatirkan akan memakan buah pohon tersebut. Dari sini kita tahu bahwasanya larangan Allah kepada Adam untuk mendekati pohon tersebut menunjukkan bahwa mendekati pohon tersebut merupakan awal dari kemaksiatan. Oleh karena itu kita perhatikan di al-Qur’an, seluruh perkara-perkara yang diharamkan Allah berfirman:

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا

“Janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu ber-i’tikaf dalam mesjid.”

Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS. 2:187)), adapun perkara-perkara yang dihalalkan maka Allah berfirman:

فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا

“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.” (QS. al-Baqarah {2: 229)

Bahkan perintah untuk menjauhi juga datang dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan akidah, contohnya firman Allah:

فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ

“…maka jauhilah olehmu barhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan yang dusta.” (QS. al-Hajj [22]: 30)

Apakah ada yang memahami bahwa penyembahan kepada berhala hukumnya hanyalah makruh karena Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi berhala-berhala tersebut tanpa mengharamkan dengan jelas penyembahan berhala?? (Lihat pembahasan Syaikh Sa’d Nida dalam majalah Jami’a Islamiyah no. 54, hal 123-131)

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أتاني جبريل فقال يا محمد إن الله لعن الخمر وعاصرها ومعتصرها وشاربها وحاملها والمحمولة إليه وبايعها وساقيها ومسقيها هذا حديث صحيح الإسناد وشاهده حديث عبد الله بن عمر ولم يخرجاه

“Jibril telah datang kepadaku dan berkata, “Wahai Muhammad sesungguhnya Allah melaknat khomr dan pemerasnya (misalnya yang memeras anggur untuk dijadikan khomr -pen), dan orang yang meminta untuk memerasnya, peminumnya, yang membawa khomr dan yang meminta untuk dibawakan khomr kepadanya, penjualnya, yang menuangkan khomr, dan yang meminta untuk dituankan khomr.” (HR Ibnu Hibban, Al-Ihsan, 12/178 no. 5356 dari hadits Ibnu Abbas, Al-Hakim di Al-Mustdrok, 2/37 no. 2234, dan beliau berkata, “Hadits ini isnadnya shahih dan ada syahidnya dari hadits Abdullah bin Umar”, Ahmad, 1/316 no. 2899)

Perhatikanlah, khomr telah dilaknat oleh Allah bukan hanya peminumnya bahkan seluruh yang berkaitan dengan pengadaan khomr dan peminuman khomr terlaknat, bahkan jika kita perhatikan hadits ini kebanyakan yang disebutkan untuk dilaknat adalah yang membantu dan ikut andil dalam pengadaan khomr dan peminumannya. Jika yang membantu pengadaan khomr serta peminumannya telah dilaknat oleh Allah bagaimana pula dengan yang meminumnya secara langsung !!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

كل مسكر خمر وكل مسكر حرام ومن شرب الخمر في الدنيا فمات وهو يدمنها لم يتب لم يشربها في الآخرة

“Setiap yang memabukan adalah khomr dan setiap yang memabukan adalah khomr dan barangsiapa yang meminumnya di dunia lalu mati dan dia masih terus jadi pecandu khomr yang tidak bertaubat maka ia tidak akan meminumnya di akhirat.” (HR. Muslim, 3/1587 no. 2003, dari hadits Ibnu Umar)

Maka sungguh sangatlah menyedihkan keadaan para pecandu khomr, sungguh merugi keadaan mereka, di dunia mereka telah menghamburkan harta mereka, mereka telah merusak tubuh mereka, menghilangkan akal mereka (sehingga seperti orang gila) dan di akhirat kelak mereka akan terhalang dari meminum khomr yang ada di surga. Maka kerugian apakah lagi yang lebih besar dari orang yang mencegah dirinya dari kenikmatan meminum khomr di surga. Allah berfirman,

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفّىً وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka di dalamnya memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam, dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. 47:15)

Allah sungguh maha adil, maka Allah akan membalas para hambanya yang meninggalkan khomr di dunia karena taat kepada-Nya dengan memberikan mereka khomr yang lezat, yang diminum bukan untuk menghilangkan rasa dahaga namun untuk kelezatan, bukan hanya sebotol atau dua botol, bukan cuma bergalon-galon, bahkan sungai khomr yang mengalir…

Sungguh malang nasib para pecandu khomr tersebut, tidak hanya mereka terhalangi dari meminum khomr yang ada di surga bahkan mereka diberi minuman yang menjijikkan sebagaimana sabda Nabi:

إن على الله عز وجل عهدا لمن يشرب المسكر أن يسقيه من طينة الخبال قالوا يا رسول الله وما طينة الخبال قال عرق أهل النار أو عصارة أهل النار

“Sesungguhnya ada janji Allah bagi siapa yang meminum minuman yang memabukkan yaitu Allah akan memberinya minum cairan penduduk neraka”, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah apakah itu cairan penduduk api neraka?”, Rasulullah bersabda, “Keringat penduduk neraka atau ampas (sisa perasan) penduduk neraka.” (HR. Muslim, 3/1587 no. 202 dari hadits Jabir)

Namun mereka tetap saja menjadi para pencandu khomr, sulit bagi mereka untuk meninggalkan kedunguan mereka itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إن مدمن الخمر كعابد الوثن

“Pecandu khomr seperti penyembah berhala.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahih ibnu Majah no 2736)

Ibnu Rajab berkata, “Karena orang yang menyembah berhala hatinya terkait dengan berhala tersbut hingga sulit baginya untuk meninggalkannya, demikianlah pula dengan pecandu khomr sulit baginya untuk meninggalkan khomr.”

Definisi Khomr

Khomr menurut istilah syariat (terminologi) adalah segala sesuatu yang bisa memabukan tanpa membedakan apakah dari bentuknya nampak bahwa ia memabukan atau bentuknya tidak menunjukkan demikian, dan tanpa memandang dari zat apakah dibuat khomr tersebut, sama saja apakah terbuat dari anggur atau gandum atau nira atau yang lainnya, tanpa memandang apakah berbentuk cairan ataukah berupa zat padat, dan tanpa memandang apakah cara penggunaannya dengan diminum ataukah dengan dimakan atau dengan dihirup, dimasukkan melewati suntikan atau dengan cara apapun, inilah yang di tunjukan oleh hadits-hadits Nabi dan atsar para sahabat.


Sekelompok ulama berkata, “Dan sama saja apakah yang memabukkan tersebut adalah berbentuk benda padat atau benda cair atau berupa makanan atau minuman, dan sama saja apakah yang memabukkan tersebut berasal dari biji atau dari kurma atau susu atau yang lainnya.” (Jami’ul Ulum, 1/423)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَام

“Setiap yang memabukan adalah khomr dan setiap khomr adalah haram.” (HR. Muslim no. 2003 dari hadits Ibnu Umar, Bab Bayanu anna kulla muskirin khomr wa anna kulla khmr harom, Abu Daud, no. 3679)

Ini adalah lafal Muslim, dalam riwayat yang lain

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Al-Bukhari no. 4087, 4088 bab ba’ts Mu’adz ilal yaman qobla hajjatil wada’, no. 5773, Muslim no. 1733)

Dalam hadits-hadits di atas Rasulullah tidak membeda-bedakan. Rasulullah juga bersabda:

وإنِّي أَنْهَكُمْ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ

“Dan aku melarang kalian dari segala yang memabukkan.” (HR. Abu Dawud no. 3677, bab al-’inab yu’shoru lil khomr)

Dan tatkala turun ayat pengharaman khomr maka para sahabat memahami juga secara umum tanpa membeda-bedakan akan zat asal pembuatan khomr tersebut, mereka juga memahami bahwa semua yang memabukkan adalah khomr sama saja apakah terdapat di zaman Nabi atau tidak ada kemudian muncul di zaman mereka, atau di masa mendatang, sama saja apakah namanya khomr atau dengan nama yang lain. (Fathul Bari, 10/46)

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال خطب عمر على منبر رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال إنه قد نزل تحريم الخمر وهي من خمسة أشياء العنب والتمر والحنطة والشعير والعسل والخمر ما خامر العقل

Dar Ibnu Umar, ia berkata, “Umar berkhotbah di atas mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata, “Sesungguhnya telah turun (ayat) pengharaman khomr, dan khomr berasal dari lima macam, anggur, kurma, hintoh, syair, madu, dan khomr adalah apa yang menutup akal.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 5/2122 no. 5266, Muslim, 4/2322)

Apa yang dijelaskan oleh Umar adalah pengertian khomr secara istilah (terminologi) bukan secara bahasa (etimologi). Ibnu Hajr berkata, “Karena Umar bukan sedang berada dalam posisi menjelaskan definisi khomr menurut bahasa tetapi beliau sedang berada dalam posisi menjelaskan definisi khomr menurut hukum syar’i. Seakan-akan beliau berkata, “Khomr yang diharamkan dalam syariat adalah apa yang menutup akal.” meskipun ahli bahasa berbeda pendapat tentang definisi khomr menurut bahasa… kalaupun seandainya menurut bahasa khomr adalah sesuatu yang memabukkan yang khusus berasal dari anggur. Namun yang menjadi patokan adalah definisi menurut hukum syar’i, telah datang hadits-hadits yang menunjukkan bahwa sesuatu yang memabukkan yang berasal dari selain anggur (juga) dinamakan khomr dan definisi menurut hukum syar’i dikedepankan atas definisi menurut bahasa.” (Fathul Bari, 10/47)

Atsar ini dibawakan oleh para penulis hadits dalam bab-bab hadits-hadits yang marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena di sisi mereka atsar ini memiliki hukum marfu’ karena ia adalah pengabaran dari seorang sahabat yang menyaksikan turunnya ayat (tentang diharamkannya khomr dalam QS. Al-Maidah ayat 90). Beliau adalah sahabat yang mengerti tentang sebab turunnya ayat ini. Umar telah mengucapkan perkataannya ini di hadapan para pembesar sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak dinukil bahwasanya ada seorang pun dari mereka yang mengingkari beliau. Umar hendak mengingatkan bahwa yang dimaksud dengan khomr dalam ayat tidak hanya khusus bagi khomr yang terbuat dari anggur melainkan mencakup semua khomr yang terbuat dari selain anggur. Apa yang dipahami oleh Umar ini telah dengan jelas diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Nu’man bin Basyir (Fathul Bari, 10/46):

أن النعمان بن بشير خطب الناس بالكوفة فقال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إن الخمر من العصير والزبيب والتمر والحنطة والشعير والذرة وإني أنهاكم عن كل مسكر

Nu’man bin Basyir berkhotbah di hadapan orang-orang di Kufah lalu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata bahwasanya khomr itu dari perasan (anggur), dari zabib (anggur yang dikeringkan), dari kurma, dari hinthoh (gandum yang sudah dihaluskan), asy-Syai’r (yang masih belum dihaluskan), dan dari Adz-Dzurroh (jagung) dan aku melarang kalian dari segala yang memabukkan.” (HR. Ibnu Hibban, 12/219 no. 5398, Abu Dawud, 3/326 no. 3677)

Penggunaan Alkohol Pada Pemakaian Luar (Bukan untuk Diminum)?

Syaikh Utsaimin ditanya tentang hukum penggunaan cairan yang mengandung alkohol untuk tujuan percetakan, gambar, peta, untuk eksperimen ilmiah dan yang lain sebagainya??

Maka beliau menjawab, ((Telah diketahui bersama bahwa zat alkohol kebanyakannya diambil dari kayu dan akar… dan yang paling banyak, kulit-kulit buah-buahan yang kecut seperti jeruk dan lemon sebagaimana yang kita saksikan. Alkohol adalah cairan yang mudah terbakar dan cepat menguap. Jika alkohol murni diminum maka bisa membunuh peminumnya atau memberi mudhorot atau menyebabkan kecacatan. Namun jika alkohol tersebut dicampur dengan zat (cairan) lain dengan ukuran tertentu maka akan menjadikan campuran tersebut minuman yang memabukkan. Oleh karena itu alkohol jika dilihat dari zatnya maka tidaklah digunakan sebagai minuman dan untuk mabuk-mabukan namun ia jika dicampur dengan zat lain maka hasil dari campuran itu memabukkan. Dan apa saja yang memabukkan maka ia adalah khomr yang diharamkan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Namun apakah khomr zatnya adalah najis sebagaimana air kencing dan tahi?, atau zatnya tidak najis namun yang najis adalah makna (yang terdapat di dalamnya)?, para ulama berselisih tentang permasalahan ini, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa zat khomr adalah najis, namun yang benar menurutku zat khomr tidaklah najis namun hanyalah maknanya yang najis. Hal ini dikarenakan hal-hal berikut:

Pertama, karena tidak ada dalil akan najisnya zat khomr. Dan jika tidak ada dalil yang menunjukkan akan najisnya zat khomr maka zat khomr adalah suci karena (kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci, Dan tidak setiap yang haram maka otomatis najis, racun haram namun tidak najis. Adapun firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون، إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka tidakkah kalian berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)??” (QS. al-Maidah [5]: 90-91)

Maka kami katakan bahwasanya penggunaan khomr untuk selain diminum hukumnya adalah boleh karena hal ini tidak sesuai dengan firman Allah:

رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ

“Adalah najis termasuk perbuatan syaitan.”

Sebagaimana perjudian, berhala-berhala (yang disembah) dan anak-anak panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) zatnya tidaklah najis maka demikian pula dengan khomr.

Kedua, tatkala turun ayat pengharaman khomr maka khomr ditumpahkan di pasar-pasar yang ada di kota Madinah, kalau seandainya khomr itu zatnya najis maka akan diharamkan juga penumpahannya di jalan-jalan yang dilewati orang-orang sebagaimana diharamkannya menumpahkan air kencing di pasar-pasar tersebut

Ketiga, tatkala khomr diharamkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mencuci bejana-bejana bekas diletakkan khomr sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencuci bejana-bejana tempat diletakkannya daging keledai negeri tatkala diharamkannya. Maka jika seandainya zat khomr itu najis maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkan para sahabat untuk mencuci bejana-bejana mereka yang bekas diletakkan khomr.

Jika telah jelas bahwa zat khomr tidaklah najis maka tidaklah wajib untuk mencuci sesuatu yang terkena khomr seperti baju, bejana, dan yang lainnya serta tidak diharamkan penggunaan khomr pada selain penggunaan yang diharamkan yaitu untuk diminum atau yang lainnya yang menyebabkan mafsadah (kerusakan) yang Allah menjadikan kerusakan merupakan sebab untuk mengharamkan sesuatu.

Jika dikatakan, “Bukankah Allah mengatakan “Maka jauhilah khomr…”, dan konsekuensi dari perintah ini adalah menjauhi khomr dalam segala keadaan?”, maka jawabannya adalah sesungguhnya Allah menjelaskan sebab perintah-Nya (untuk menjauhi khomr) yaitu firmannya:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan…”

Hingga akhir ayat, dan sebab ini tidak ada pada khomr yang digunakan untuk selain diminum dan yang semisalnya. Jika alkohol memiliki manfaat-manfaat yang terbebas dari mafsadah-mafsadah yang disebutkan oleh Allah sebagai sebab adanya perintah (untuk menjauhi khomr) maka bukanlah hak kita untuk melarang orang-orang menggunakan alkohol (untuk selain diminum), dan paling keras yang bisa kita katakan bahwasanya khomr termasuk perkara-perkara yang subhat (tidak jelas hukumnya) dan sisi pengharamannya lemah. Maka jika memang ada kebutuhan untuk menggunakannya (untuk selain diminum) maka hilanglah pengharamannya.

Oleh karenanya maka penggunaan alkohol pada perkara-perkara yang disebutkan oleh penanya hukumnya tidaklah mengapa insya Allah, karena Allah telah menciptakan bagi kita seluruh yang ada di muka bumi ini dan telah menundukkan apa-apa yang ada di langit dan di bumi. Dan bukanlah hak kita untuk menahan sesuatu dan melarang hamba-hamba Allah dari sesuatu tersebut kecuali dengan dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah.

Jika dikatakan, “Bukankah tatkala khomr diharamkan, khomr-khomr tersebut (langsung) ditumpahkan?”

“Jawabannya adalah hal itu menunjukkan kesungguhan dalam melaksanakan perintah dan untuk memutuskan hubungan jiwa dengan khomr, lagi pula kita tidak melihat adanya manfaat khomr jika disimpan pada waktu itu, Allah lah yang lebih mengetahui.” (Dari Fatawa Syaikh Utsaimin, no. 210)

Ibnu Taimiyah berkata, “Berobat dengan memakan lemak babi hukumnya tidak boleh adapun berobat dengan memoleskan minyak babi tersebut kemudian nantinya dicuci maka hukumnya dibangun di atas hukum tentang menyentuh najis -tatkala dalam keadaan di luar shalat-, dan para ulama khilaf tentang hukum permasalahan ini. Dan yang benar hukumnya adalah boleh jika dibutuhkan sebagaimana dibolehkannya seseorang untuk beristinja’ (cebok) dengan tangannya dan menghilangkan najis dengan tangannya. Dan apa-apa yang dibolehkan karena ada hajat (kebutuhan, namun tidak mendesak hingga sampai pada keadaan darurat -pen) maka boleh pula digunakan untuk berobat sebagaimana dibolehkan berobat dengan menggunakan memakai kain sutra menurut pendapat yang paling benar dari dua pendapat.

Dan apa-apa yang dibolehkan karena darurat (yang jika tidak dilakukan bisa mengakibatkan kematian -pen) seperti makanan-makanan yang haram, maka diharamkan untuk digunakan sebagai obat (yang dimakan) sebagaimana tidak boleh berobat dengan meminum khomr…” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 24/270)

Syaikh Utsaimin berkata, “Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) telah membedakan antara memakan dan selain memakan dalam penggunaan benda-benda yang najis, apalagi dengan alkohol yang zatnya tidak najis, karena jika alkohol bukanlah khomr maka jelas akan kesuciannya dan jika ia merupakan khomr maka yang benar zatnya pun tidak najis.” (Fatwa Syaikh Utsaimin no. 211 tatkala beliau ditanya tentang hukum penggunaan alkohol untuk mengobati luka?, maka beliau berkata, “tidaklah mengapa”)

Hukum Meminum Obat yang Bahan Pencampurnya dari Alkohol

Syaikh Utsaimin menukil perkataan Syaikh Muhammad Rasyid Ridho dari fatawa beliau hal 1631 di mana ia berkata, “Kesimpulannya bahwasanya alkohol adalah zat yang suci dan mensucikan dan merupakan zat yang sangat urgen dalam farmasi dan pengobatan dalam kedokteran serta pabrik-pabrik, dan alkohol masuk dalam obat-obat yang sangat banyak sekali. Pengharaman penggunaan alkohol bagi kaum muslimin menghalangi mereka untuk bisa menjadi pakar dalam banyak bidang ilmu dan proyek, dan hal ini merupakan sebab terbesar keunggulan orang-orang kafir atas kaum muslimin dalam bidang kimia, farmasi, kedokteran pengobatan, dan industri. Pengharaman penggunaan alkohol bisa jadi merupakan sebab terbesar meninggalnya orang-orang yang sakit dan yang terluka atau menyebabkan lama sembuhnya penyakit mereka atau semakin parah sakit mereka.”


Syaikh Utsaimin mengomentari fatwa ini, “Ini adalah perkataan yang sangat kokoh, semoga Allah merahmati beliau, adapun mencampurkan sebagian obat dengan sedikit alkohol maka hal ini tidaklah menjadikan haramnya obat-obat tersebut jika campurannya sedikit di mana tidak nampak bekasnya setelah tercampur yang hal ini merupakan pendapat para ulama. Ibnu Qudamah berkata di Al-Mugni, 8/306, “Jika ia mencampur adonan tepung dengan khomr untuk dijadikan roti (dengan meletakkan adonan tersebut di atas pembakaran -pen) lalu ia memakannya, maka ia tidak diberi hukum had karena api telah membakar seluruh bagian khomr tersebut sehingga tidak tersisa bekasnya.” (Ibnu Qudamah) juga berkata di Al-Iqna’ dan syarahnya (4/71 penerbit Muqbil), “Jika ia mencampurkan khomr dengan air sehingga hilang bekas khomr tersebut dalam air kemudian ia meminumnya maka ia tidaklah diberi hukuman had karena dengan lebur dan hilangnya bekas khomr tersebut dalam air tidaklah merubah nama air tersebut (masih dinamakan air -pen), atau ia mengobati lukanya dengan khomr maka ia pun tidak diberi hukuman had karena ia tidak menggunakannya dengan meminumnya atau yang semisalnya.” Dan ini adalah sesuai dengan dalil dan logika. Adapun dalil maka telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:

الماء طهور لا ينجسه شيء إلا إن تغير ريحه أو طعمه أو لونه بناجسة تحدث فيه

“Air itu suci dan mensucikan dan tidak bisa dinajisi oleh sesuatu pun kecuali jika berubah baunya atau rasanya atau warnanya dengan najis yang mengenainya.”

Walaupun pengecualian dalam hadits ini (yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “kecuali jika berubah baunya…” -pen) lemah (sanadnya) hanya saja para ulama bersepakat untuk mengamalkannya. Sisi pendalilan dari hadits ini yaitu jika jatuh dalam air sesuatu yang najis yang tidak merubah kondisi air tersebut maka air tersebut tetap pada kesuciannya. Maka demikianlah pula dengan khomr jika dicampur dengan cairan yang lain yang halal kemudian tidak mempengaruhi kondisi cairan tersebut maka cairan tersebut tetap pada keadaan asalnya.

Dalam shahih Al-Bukhari, Abu Darda’ berkata

وقال أبو الدرداء في المري ذبح الخمر النينان والشمس

“Al-Mury adalah penyembelihan ikan paus dengan khomr dan matahari.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya secara ta’liqon, 5/2092)

Al-Mury adalah makanan yang terbuat dari ikan yang diolesi dengan garam kemudian diberi khomr lalu dijemur di bawah terik matahari, maka berubahlah rasa khomrnya. Maksud dari atsar Abu Darda’ di atas adalah ikan paus yang ada garamnya dan di letakan di bawah terik matahari sehingga menghilangkan bekas khomr maka hukumnya adalah halal (untuk dimakan) (Lihat Umdatul Qori, 21/107). Adapun jika ditinjau dari logika, maka khomr itu hanyalah diharamkan karena sifat yang dikandungnya yaitu memabukkan, maka jika telah hilang sifat tersebut maka hilanglah pengharamannya karena hukum itu berputar bersama ‘illahnya (sebabnya), jika sebabnya ada maka hukumnya ada dan jika hilang sebabnya maka hilanglah hukumnya jika ‘illahnya (sebabnya) diketahui dengan pasti berdasarkan nash atau ijma’ sebagaimana dalam permasalahan kita ini (yaitu sebab pengharaman khomr diketahui dengan nash karena sifatnya yang memabukan -pen).

Sebagian orang menyangka bahwa sesuatu yang tercampur dengan khomr hukumnya haram secara mutlak meskipun presentasi khomr tersebut kecil dan tidak nampak lagi bekas-bekasnya, dan mereka menyangka bahwa inilah makna dari sabda Nabi:

ما أسكر كثيره فقليله حرام

“Apa yang jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya haram.”

Lalu mereka berkata, “Dalam obat ini ada sedikit khomr yang jika banyak akan memabukkan maka hukumnya adalah haram”. Maka dijawab bahwasanya khomr yang sedikit ini telah lebur dan hilang bekasnya dalam cairan lain, baik sifatnya maupun hukumnya, maka hukumnya dikembalikan kepada yang mendominasinya (yaitu cairan lain yang dicampuri khomr tersebut -pen). Adapun makna hadits tersebut adalah jika suatu minuman diminum banyak oleh seseorang mengakibatkan ia mabuk dan jika ia meminum sedikit saja tidak mabuk, maka walaupun meminum sedikit hukumnya adalah haram, karena meminum sedikit merupakan sarana untuk meminum yang banyak. Hal ini dijelaskan oleh hadits ‘Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كل مسكر حرام وما أسكر الفرق منه فملء الكف منه حرام

“Seluruh yang memabukkan adalah haram, dan apa saja yang jika diminum seukuran farq memabukkan maka meminum seukuran telapak tangan juga haram.”

Dan farq adalah suatu volume yang cukup untuk 16 ritl, artinya jika ada sebuah minuman yang tidak bisa memabukkan kecuali jika diminum seukuran farq maka meminum seukuran telapak tangan juga haram dan inilah makna dari hadits:

ما أسكر كثيره فقليله حرام

“Apa yang jika banyak memabukkan maka sedikitnya haram…”

Aku ingin mengingatkan suatu permasalahan yang rancu pada sebagian para penuntut ilmu yaitu mereka menyangka bahwa makna hadits di atas adalah jika dicampurkan sesuatu yang sedikit dari khomr dengan sesuatu cairan lain yang banyak maka hukumnya otomatis adalah haram, hal ini bukanlah makna hadits ini. Namun makna dari hadits ini adalah jika suatu minuman hanya memabukkan jika diminum dalam jumlah yang banyak maka meminum sedikitpun dari minuman tersebut juga haram hukumnya (meskipun tidak memabukkan). Contohnya jika ada suatu minuman jika seseorang meminumnya sepuluh botol ia akan mabuk dan jika hanya meminum sebotol tidak mabuk, maka sebotol minuman ini meskipun tidak memabukkan namun hukumnya haram inilah makna hadits, “Apa yang jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram.” (Fatawa Syaikh Utsaimin, pertanyaan no. 211)

Hukum Menggunakan Parfum yang Mengandung Alkohol

Syaikh Utsaimin ditanya tentang hukum penggunaan parfum yang mengandung kolonia (yang mengandung alkohol) dan bagaimana hukum shalat dengan menggunakan baju yang tersentuh parfum tersebut??

Beliau menjawab, “Jika persentase alkoholnya besar maka yang lebih utama adalah meninggalkan pemakaian parfum tersebut, dan jika persentasenya kecil maka tidaklah mengapa. Adapun hukum shalat dengan pakaian yang tersentuh parfum tersebut maka adalah sah.”

Syaikh Albani berkata, ((Parfum-parfum yang mengandung alkohol yang bukan minyak tidaklah najis, namun bisa jadi hukumnya adalah haram. Hukumnya haram jika persentase alkohol pada parfum-parfum tersebut besar hingga menjadikan parfum-parfum tersebut suatu cairan yang memabukkan, maka jika demikian jadilah parfum tersebut memabukkan (khomr) dan masuklah ia dalam keumuman hadits-hadits yang melarang dari jual beli dan pembuatan khomr. Maka tidaklah boleh bagi kaum muslimin jika demikian untuk menggunakan parfum tersebut karena jenis penggunaan apapun terhadap parfum ini telah masuk dalam keumuman firman Allah

وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“ (QS. al-Maidah [5]: 2)

Dan sabda Nabi: “Allah melaknat khomr pada sepuluh perkara, peminumnya, penuangnya, yang meminta untuk dituangkan, yang membawanya, yang dibawakan untuknya, yang menjualnya, yang membelinya.”

Oleh karenanya, kami menasihati untuk menjauhi perdagangan parfum-parfum yang mengandung alkohol, terlebih lagi jika tertulis dalam labelnya bahwa kandungan alkoholnya 60 persen atau 70 persen, maknanya yaitu memungkinkan untuk mengubah parfum tersebut menjadi minuman yang memabukkan.

Dan di antara kaidah-kaidah dalam syariat adalah bab saddud dzariah (menutup sarana-sarana yang mengantarkan kepada keharaman). Pengharaman syariat terhadap sesuatu yang sedikit dari minuman yang memabukkan termasuk dalam bab ini, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya haram.” Kesimpulannya adalah tidaklah boleh jual beli parfum beralkohol jika persentasenya tinggi. (Fatawa Al-Madinah Al-Munawwaraoh, hal 60, soal no. 23)

Cara penyembuhan yang benar dengan taat kepada Allah… dan hal ini tertancap di hati para sahabat radhiyallahu ‘anhu.

Dalam riwayat yang lain dari hadits Abi Burdah, ia berkata:

قال وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم قد أعطى جوامع الكلم بخواتمه فقال أنهى عن كل مسكر أسكر عن الصلاة

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan (oleh Allah) “Jawami’ul kalim bi khowatimihi (Jawami’ul kalim adalah perkataan yang ringkas namun luas maknanya)” lalu ia bersabda, “Aku melarang dari setiap yang memabukkan dari shalat.” (HR Muslim, 3/1586 no. 1733)

Ketahuilah wahai saudaraku sesungguhnya Allah adalah Dzat yang maha mengetahui segala sesuatu, sesungguhnya Allah mengetahui akan ada hamba-hambaNya yang memiliki kecenderungan kepada hal-hal yang bersifat kesetanan, akan ada dari hamba-hambanya yang mempermainkan dalil-dalil yang berkaitan dengan pengharaman khomr. Akan ada hambanya yang mengikuti hawa nafsunya (bukan karena hasil ijtihad sebagaimana ijtihadnya para imam kaum muslimin) yang mengatakan bahwa khomr yang diharamkan hanyalah yang berasal dari anggur. Oleh karena itu Allah mewahyukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jawami’ul kalim dengan sabdanya, “Setiap yang memabukkan adalah khomr dan semua khomr haram.”

Allah mengetahui bahwasanya akan ada dari kaum muslimin yang mempermainkan dalil-dalil pengharaman khomr yang mereka berkata “Khomr hanya diharamkan kalau diminum hingga mabuk, adapun jika diminum sedikit namun tidak sampai mabuk maka tidak diharamkan”, maka Allah pun mewahyukan kepada Rasul-Nya untuk bersabda,

كل مسكر حرام وما أسكر الفرق منه فملء الكف منه حرام

“Seluruh yang memabukkan adalah haram, dan apa saja yang jika diminum seukuran farq memabukkan maka meminum seukuran telapak tangan juga haram))

Allah juga mengetahui bahwasanya akan ada dari kaum muslimin yang mempermainkan dalil, mereka meminum khomr namun mereka menggantikan nama khomr dengan nama yang lain, kemudian mereka berkata, “Yang diharamkan hanyalah khomr adapun yang saya minum ini namanya bukan khomr tapi minuman jiwa, atau jamu kesehatan, atau minuman kesehatan”, maka Allah mewahyukan kepada Rasul-Nya untuk bersabda,

ليشربن ناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها

“Sungguh akan ada golongan dari umatku yang meminum khomr lalu mereka menamakan khomr dengan nama yang lain.” (HR. Abu Dawud, 3/329 no. 3688, Ibnu Majah, 2/1123 no. 3384, Ibnu Hibban, Al-Ihsan, 15/160 no. 6758))

***

Penulis: Ust. Abu Abdil Muhsin Firanda, Lc.
Artikel www.muslim.or.id