Saat engkau sedang sendiri jangan katakan aku sendiri, tetapi katakan ada yang senantiasa mengawasi diri ini. Dan sedikitpun jangan menyangka bahwa Allah lalai, atau menyangka Dia tak tahu apa yang tersembunyi.

Jumat, 25 Februari 2011

Tiga Nasihat Dan Wasiat Syaikh Abdul Aziz Bin Abdillah Bin Baaz


Pembaca,
Untaian nasihat Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz ini diangkat dari Majmu' Fatawa wa Maqalaatun Mutanawwi'ah (3/244-252). Nasihat Syaikh yang panjang ini, kami kutip sebagian.

Yang memotivasi beliau rahimahullah menyampaikan nasihat ini, karena keinginan beliau untuk memberi peringatan kepada kaum Muslimin, sebagai realisasi dari firman Allah k surat adz Dzariyat ayat 55 : Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Juga firman Allah k surat al Maidah ayat 2 : Dan saling tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Pada pembukaan nasihat ini, Syaikh mengingatkan, bahwa hati kita bisa hidup dan sehat hanya dengan dzikrullah, melakukan persiapan untuk menjumpaiNya, istiqomah di atas perintahNya, cinta, takut kepada adzabNya dan mengharapkan kenikmatan di sisiNya. Hidupnya hati, kesehatannya, kecemerlangannya, kekuatannya, dan keteguhannya sesuai dengan kadar keimanannya kepada Allah Azza wa Jalla, kecintaan, kerinduan untuk berjumpa denganNya, serta ketaatannya kepada Allah dan RasulNya.

(Sebaliknya), matinya hati atau sakitnya, kegelapan serta kebingungannya sebanding dengan kadar ketidak tahuannya tentang Allah serta hakNya, jauhnya dari ketaatan kepada Allah dan RasulNya, serta (sesuai dengan) jauhnya ia berpaling dari dzikrullah dan membaca KitabNya. Karena dengan sebab ini, setan mampu menguasai hati manusia, memberikan janji dan angan-angan kosong. Setan menyemaikan benih berbahaya yang akan memberangus kehidupan dan kecemerlangan hati, menjauhkannya dari semua kebaikan, menggiringnya kepada keburukan.

Berikut adalah nasihat Syaikh yang sangat berharga, semoga bermanfaat bagi kita. (Redaksi)

Pertama : Memikirkan Dan Merenungi Tujuan Kita Diciptakan

Allah Azza wa Jalla berfirman, Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras". [Saba’ : 46].

FirmanNya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. [Ali Imran : 190-191].

Allah berfirman : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa dimintai pertanggung-jawaban). [al Qiyamah : 36]

Artinya, dibiarkan begitu saja, tanpa perintah dan larangan. Tidak diragukan lagi, bahwa setiap muslim menyadari, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menciptakan kita tanpa tujuan, akan tetapi Allah menciptakan agar beribadah hanya kepada Allah, taat kepadaNya dan RasulNya.

Allah berfirman : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. [adz Dzariyaat : 56].

Allah berfirman : Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. [al Baqarah : 21]

Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada jin dan manusia dengan sebuah perintah yang menjadi tujuan penciptaan mereka; Allah mengirimkan para rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk menjelaskan hal itu dan mendakwahkannya. Kemudian Allah berfirman : Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al Bayyinah : 5].

Allah berfirman : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu". [an Nahl : 36]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan sesuatupun. [an Nisaa` : 36].

FirmanNya : (Al Qur`an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. [Ibrahim : 52].

Maka wajib bagi siapa saja yang hendak menasihati dirinya agar memberikan perhatian lebih kepada tujuan penciptaan dirinya dan lebih memprioritaskannya di atas segalanya. Dan hendaklah waspada, jangan sampai lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, hawa nafsu daripada petunjuk, lebih mentaati nafsu dan setan daripada mentaati ar Rahman. Allah Azza wa Jalla mengingatkan hal itu dengan keras : Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). [an Nazi’at : 37-41].

Kedua : Diantara Yang Aku Wasiatkan Kepada Anda Sekalian Dan Diri Saya Pribadi Yaitu, Hendaklah Tetap Membaca Dan Memperbanyak Membaca Al Qur`an Sambil Mentadabburi, Memahami Dan Memikirkan Makna-Maknanya Yang Bisa Membersihkan Jiwa, Menyadarkan Agar Tidak Mengikuti Hawa Nafsu Dan Setan.

Sesungguhnya Allah menurunkan al Qur`an itu sebagai hidayah, nasihat, pembawa kabar gembira, peringatan, pembimbing, pemandu serta sebagai rahmat bagi seluruh hamba. Orang yang berpegang teguh dengannya dan mengamalkan petunjuknya, maka dia adalah orang yang bahagia dan selamat. Sedangkan yang berpaling darinya, maka dia adalah orang sengsara dan binasa.

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sesungguhnya al Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. [al Israa` : 9]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Dan al Qur`an ini diwahyukan kepadaku supaya aku memberi peringatan kepada kalian dengannya dan kepada orang-orang yang sampai (kepadanya) al Qur`an. [al Israa` : 19].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yunus : 57].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Katakanlah: "Al Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”. [Fushilat:44].

Dalam hadits yang shahih, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَتَمَسَّكُوا بِهِ ... ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Yang pertama, yaitu Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka terimalah Kitab Allah ini, dan berpegang teguhlah dengannya … kemudian beliau n mengatakan : “Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar berhati-hati) dalam urusan keluargaku”.[1]

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan dorongan dan memotivasi (agar menerima dan berpegang) kepada Kitabullah. Dan dalam khutbah haji wada, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ وَسُنَّتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu. Kalian tidak akan tersesat, selama kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian, yaitu orang yang mempelajari al Qur`an lalu mengajarkannya".[2]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya :

أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ قَالَ أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنْ الْإِبِلِ

“Siapakah di antara kalian yang ingin pergi ke Buthan (nama tempat di dekat Madinah) atau Aqiq, lalu dia kembali dengan membawa dua unta yang gemuk, sedangkan dia dalam keadaan tidak berdosa dan tidak memutus silaturrahim?” Para sahabat menjawab,”Wahai Rasulullah, semua kami ingin hal itu?” Rasulullah n bersabda,”Tidaklah salah seorang di antara kalian pergi ke masjid lalu membaca dua ayat Kitabullah, itu lebih baik baginya dari dua unta; tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik dari empat unta, dan lebih baik dari jumlah yang sama dari unta”. [3]

Semua ini adalah hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan al Qur`an, memotivasi agar membacanya, mempelajari dan mengajarkannya banyak sekali. Yang dimaksud dengan membaca, yaitu (membaca sambil) merenungi dan memahami maknanya, kemudian melakukan apa yang menjadi konsekwensinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Apakah mereka tidak memperhatikan al Qur`an ataukah hati mereka terkunci. [Muhammad : 24]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya, dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran. [Shaad : 29].

Saudara-saudaraku, bergegaslah untuk membaca Kitab Rabb kalian, mentadabburi (merenungi dan memperhatikan) maknanya, memanfaatkan waktu dan majlis untuk itu. Al Qur`an al Karim merupakan tali Allah yang kuat, dan jalanNya yang lurus. Orang yang berpegang teguh dengan al Qur`an, dia bisa sampai kepada Allah dan Surga. Dan barangsiapa yang berpaling darinya, dia akan sengsara di dunia dan akhirat.

Waspadalah rahimakumullah terhadap segala yang dapat menghalangi kalian dari Kitabullah dan yang bisa melalaikan kalian dari dzikir, yaitu yang berupa selebaran-selebaran, majalah-majalah atau sejenisnya yang lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Jika memang perlu untuk menelaah majalah-majalah atau selebaran-selebaran itu, maka jadwalkan waktu khusus dan lakukanlah seperlunya.

Hendaklah juga menyediakan waktu khusus untuk membaca atau mendengarkan Kitabullah dari orang yang membacanya, untuk mengobati penyakit hati dengannya, supaya terpacu untuk taat kepada khaliqnya, Rabb yang memiliki manfaat, madharat, hak memberi dan hak tidak memberi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.

Di antara hal yang harus dihindari, yaitu mendatangi arena hura-hura, musik, mendengar siaran-siaran yang berbahaya, bergabung dengan majelis obrolan yang tidak jelas dan membicarakan harga diri orang. Dan yang lebih berbahaya dari ini, yaitu datang ke sinema atau yang semisalnya, menyaksikan film-film porno yang membuat hati menjadi sakit, serta menghalangi dzikir dan menghalangi membaca al Qur`an, mendorong untuk berperangai buruk dan hina, serta menanggalkan akhlak terpuji.

Demi Allah, sesungguhnya film-film ini lebih berbahaya daripada alat-alat musik, lebih buruk; dan akibatnya lebih menjijikkan, maka hindarilah ia – rahimakumullah.

Janganlah bergaul dengan mereka, dan janganlah ridha dengan perbuatan mereka yang buruk. Barangsiapa yang mengajak manusia kepadanya, maka dia akan memikul dosanya sendiri ditambah dosa sebesar dosa orang yang tersesat karena tergiur dengan ajakannya. Demikianlah, setiap orang yang mengajak kepada suatu kebathilan atau meninggalkan kebenaran, maka dia akan memikul dosanya ditambah dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya. Dan dalam hal ini, terdapat hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing kita dan seluruh kaum Muslimin kepada jalanNya yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha dekat.

Ketiga : Mengangungkan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Gemar Mendengarkannya Dan Antusias Menghadiri Majlis Dzikir (Majelis Ilmu), Tempat Kitabullah Dan Hadits-Hadits Rasulullah Dibacakan.

Sesungguhnya, Sunnah itu bagian dari al Qur`an. Sunnah menjelaskan makna-makna al Qur`an, menjelaskan hukum-hukumnya, memerinci syari’at yang diperintahkan kepada para hamba. Maka wajib bagi setiap muslim untuk mengagungkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, antusias untuk menghafal dan memahaminya sesuai dengan kemampuan. Dan semestinya, juga lebih intensif bergaul dengan para ahli hadits, karena mereka merupakan teman yang tidak akan pernah membuat temannya sengsara.

Allah berfirman : Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ), sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. [an Nisaa` : 80].

Allah Azza wa Jalla berfirman : Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya dari kalian, maka tinggalkanlah. [QS al Hasyr : 7].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

“Jika kalian melewati taman-taman surga, maka lahaplah (nikmatilah) apa yang ada di dalamnya”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya : “Wahai Rasulullah, apa itu taman-taman surga?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Halaqah-halaqah dzikir.”

Para ulama menjelaskan, halaqah-halaqah dzikir, maksudnya adalah majelis-mejelis tempat al Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibacakan, tempat menjelaskan yang dihalalkan oleh Allah kepada para hamba, dan apa yang diharamkan atas mereka, serta hal yang berkait dengannya, seperti rincian-rincian hukum syari’ah, penjelasan macam-macamnya, dan segala hal yang berkait.

Maka manfaatkanlah waktu untuk menghadiri majelis dzikir, agungkanlah al Qur`an dan hadits, amalkan apa yang engkau pahami dari keduanya, bertanyalah tentang sesuatu yang susah engkau pahami, sehingga engkau bisa mengetahui al haq dengan dalil, sehingga engkau dapat mengamalkannya; dan kalian bisa mengetahui yang bathil berdasarkan dalil, sehingga kalian bisa menghindarinya. Dengan demikian, kalian termasuk orang yang faqih (paham) tentang agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang dikehendaki baik, maka Allah pahamkan dia tentang din (agama)".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dalam ajaran kami, maka perbuatan itu tertolak".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barangsiapa menempuh satu perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, saling mengajarkan di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka akan diliputi oleh rahmat dan dikeliingi oleh para malaikat, serta Allah memuji mereka di hadapan para malaikat yang ada di dekatNya. Orang yang diperlambat oleh amalnya (untuk mencapai derajat tinggi atau kebahagiaan), maka garis keturunannya tidak akan bisa mempercepatnya".

Hanya kepada Allah kita memohon. Semoga Allah menunjukan kami dan kalian kepada yang diridhaiNya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua kepahaman dalam masalah din dan kekuatan untuk melaksanakan hak Rabb semesta alam. Semoga Allah menolong agamaNya dan meninggikan kalimatNya. Dan semoga Allah melindungi kami dan kalian dari fitnah yang menyesatkan dan tipu daya setan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar do’a dan Maha Mudah mengabulkan do’a.
Washallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘alihi wa sallam.

[Diangkat dari Majmu Fatawa wa Maqalaatun Mutanawwi'ah (3/244-252)]

Berperang Melawan Was-Was Setan

Oleh
Ustadz Abu Humaid Arif Syarifuddin:

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menuturkan, Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا مَنْ خَلَقَ كَذَا حَتَّى يَقُولَ مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ فَإِذَا بَلَغَهُ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ

"Setan mendatangi salah seorang dari kalian, lalu bertanya,'Siapakah yang menciptakan ini? Siapakah yang menciptakan itu?' Hingga dia bertanya,'Siapakah yang menciptakan Rabb-mu?' Oleh karena itu, jika telah sampai kepadanya hal tersebut, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah
dan hendaklah dia menghentikan (waswas tersebut)".

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini muttafaqun 'alaihi (Al-Bukhari dalam Shahih-nya di kitab "Bad'ul-Khalqi", bab "Shifatu Iblisa wa Junudihi", hadits no. 3276 [6/387 – Fathul-Bari]; dan Muslim dalam Shahih-nya di kitab "Al Iman", bab "Bayan al Waswasati fil-Iman wa ma Yaquluhu man Wajadaha", hadits no. 134 [2/132 – Syarhu Shahih Muslim]).

BIOGRAFI PERIWAYAT HADITS
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau bernama Abdur-Rahman bin Shakhr Ad-Dausi, inilah pendapat yang masyhur. Pada masa Jahiliyyah, beliau bernama Abdu Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Panggilan kunyahnya Abu Hurairah, dan inilah yang masyhur. Kunyah lainnya yaitu Abu Hir, karena beliau Radhiyallahu 'anhu memiliki seekor kucing kecil yang selalu diajaknya bermain-main pada siang hari. Dalam Shahih Al-Bukhari[1] disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memanggilnya “Wahai Abu Hir”.

Ahli hadits telah bersepakat, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu merupakan sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan di dalam Musnad Baqiy bin Makhlad, terdapat 5.300-an hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu

Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al-Fadhl bin al-Abbas, Ubaiy bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al-Ghifari, dan Ka’ab al-Ahbar Radhiyallahu 'anhum.

Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari beliau, dan beliau adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Imam asy-Syafi’i berkata,"Abu Hurairah adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”

Beliau masuk Islam antara setelah perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah [2]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah untuk masuk Islam.

Amr bin Ali al-Fallas mengatakan, Abu Hurairah datang ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ke-7 H.

Humaid al-Himyari berkata,"Aku menemani seorang sahabat yang pernah menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama empat tahun sebagaimana halnya Abu Hurairah.”

Menurut pendapat yang lebih kuat, beliau Radhiyallahu 'anhu wafat pada tahun 57 H.[3]

MAKNA HADITS
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan, setan dapat mendatangi seseorang untuk menghembuskan was-was (gangguan) dan syubhat (keraguan) ke dalam hatinya; di antaranya dengan membisikkan kalimat-kalimat yang dapat menimbulkan keragu-raguan secara halus, hingga menggiringnya kepada kalimat kufur.

Contohnya, seperti disebutkan dalam hadits ini. Yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang semula merupakan pertanyaan biasa, lalu setan berusaha menggiring pada pertanyaan yang membuat keraguan, yaitu "siapa yang menciptakan Rabb-mu?"

Bila was-was setan ini telah merasuk ke dalam hati dan benak pikiran seseorang, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar orang tersebut segera meminta perlindungan kepada Allah dan mengakhiri (was-was setan tersebut) dari benak pikirannya. Walahu a'lam.

PENJELASAN DAN PELAJARAN HADITS
Setan Musuh Yang Nyata Bagi Bani Adam
Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala mengusir Iblis dari surga karena keengganannya menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk bersujud kepada Adam Alaihissallam, ia meminta tangguh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala seraya menyatakan tekadnya untuk menggoda dan menjerumuskan Adam Alaihissallam dan anak cucunya ke dalam lembah kehinaan, menyimpangkan mereka dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lurus.[4]

Untuk pertama kalinya Iblis berhasil membujuk Adam Alaihissallam dan isterinya melanggar larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga keduanya dihukum oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan diturunkan ke bumi, meskipun kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerima taubat Adam Alaihissallam dan isterinya, dan mengampuni keduanya.[5]

Tidak berhenti sampai di situ, Iblis kemudian mengajak bala tentaranya dari kalangan setan untuk terus memerangi anak cucu Adam, menggelincirkannya dari jalan Allah yang lurus, dan menjatuhkannya ke dalam kesesatan yang menghinakan. Maka Iblis dan bala tentaranya menjadi musuh yang paling nyata dan paling sengit bagi manusia. Oleh karena itu berhati-hatilah dari tipu daya dan langkah-langkah setan yang menyesatkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memperingatkan hal itu dalam firman-Nya:

وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

"… dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya syithan itu musuh yang nyata bagimu". [Al-Baqarah/2:168. Al An'âm/6:142].

Setan Menghembuskan Was-was dan Syubhat
Sejak awal permusuhan, setan telah mempersiapkan jurus-jurus dan langkah-langkah muslihat untuk menggelincirkan dan melumpuhkan manusia agar tidak taat kepada Allah. Di antaranya dengan meluncurkan was-was dan syubhat (keraguan) dalam diri manusia.

Perhatikan perkataan setan (Iblis). Dengan muslihatnya, ia berlagak sebagai penasihat, dan bahkan dengan mengangkat sumpah kepada Adam  dan isterinya –sebelum diturunkan ke bumi- setelah sebelumnya Allah memperingatkan keduanya untuk tidak mendekati pohon terlarang.

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مِنْ سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ. فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ ...

"Maka setan membisikkan pikiran jahat (was-was) kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya. …" [Al-A'râf/7:20-22]

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menceritakan hal serupa.

فَوَسْوَسَ لَهُ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لاَ يَبْلَى

"Kemudian setan membisikkan pikiran jahat (waswas) kepadanya, dengan berkata,"Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi (kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" [Thâhâ/20:120].

Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang ketergelinciran Adam Alaihissallam dan isterinya oleh was-was dan tipu daya setan, yang membuat Adam lupa dengan peringatan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ketergelinciran ini untuk menjadi pelajaran bagi anak cucunya.

Bentuk-bBntuk Waswas Setan
Banyak cara yang dilancarkan setan dalam menghembuskan was-was (pikiran jahatnya) kepada bani Adam. Di antaranya dapat dicontohkan sebagai berikut.

1. Setan menghiasi kemaksiatan.
Setan menghiasi kemaksiatan dengan hiasan-hiasan indah, sehingga kemaksiatan tersebut tidak nampak lagi sebagai kemaksiatan di mata manusia. Seperti perkataannya kepada Adam Alaihissallam dan isterinya dalam dua ayat di atas, ternyata merupakan tipuan berhias nasihat. Begitu pula ketika menghiasi perbuatan kaum musyrikin pada perang Badar. Allah Subhanhu wa Ta'ala mengisahkan:

وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَراً وَرِئَـاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ، وَاللهُ بِمَا يَعْمَلوُنَ مُحِيطٌ. وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌّ لَّكُمْ، فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِّنْكْم إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَونَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ، وَاللهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ.

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan,"Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu," maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata,"Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya". [Al-Anfâl/8:47-48].

Begitulah hiasan setan yang berisikan janji-janji palsu dan angan-angan kosong.

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِم وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُوراً

"Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka" [An-Nisâ': 120]

2. Setan Mmenakut-Nakuti Manusia.
Tatkala ada sebagian manusia tidak mempan dengan hiasan-hiasan setan, maka setan menggunakan cara lain, yaitu menakut-nakuti mereka.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلاَ تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُم مُؤْمِنِينَ

"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman". [Ali Imran/3:175].[6]

Menangkal Was-Was Setan
Keberadaan setan sebagai musuh yang nyata bagi manusia merupakan salah satu ujian terberat buat manusia; karena setan dapat melihat keberadaan manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihat setan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا مِن سَوْءَاتِهِمَا، إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِن حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُم، إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ.

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." [Al-A'râf/7:27]

Namun begitu, Allah Subhanhu wa Ta'ala dengan rahmatNya memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu kiat-kiat untuk menangkal dan mengusir setiap serangan yang dilancarkan setan. Di antaranya sebagai berikut.

1. Ikhlas.
Hamba-hamba yang ikhlas akan dijaga dan diselamatkan dari gangguan setan, sebagaimana menurut pengakuan setan sendiri. Allah l menceritakan dalam firman-Nya:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ )

"Iblis berkata, "Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." [Al-Hijr/15:39-40].

Dalam ayat yang lain:

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Iblis menjawab, "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka." [Shâd/38:82-83].

Dan dengan jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku (yang mukhlis) tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat". [Al-Hijr/15:42].

2. Iman.
Dalam sebagian riwayat hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang kita bahas di atas, ada disebutkan dengan lafazh berikut.

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْتِي أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ فَيَقُولُ اللَّهُ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ اللَّهَ فَإِذَا أَحَسَّ أَحَدُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ هَذَا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ وَبِرُسُلِهِ.

"Sesungguhnya setan mendatangi salah seorang dari kalian, lalu bertanya (kepadanya),"Siapa yang menciptakan langit?" Ia menjawab,"Alah Subhanahu wa Ta'ala ," lalu setan bertanya lagi,"Siapa yang menciptakan bumi?" Ia menjawab,"Allah," hingga setan bertanya,"Siapa yang menciptakan Allah? Maka apabila salah seorang dari kalian merasakan suatu (was-was) seperti ini, hendaklah dia mengucapkan,"Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya".[8]

Dan dalam riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha dengan lafazh:

((... فَلْيَقْرَأْ آمَنْتُ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُذْهِبُ عَنْهُ)).
"… maka bacalah "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya," karena hal itu akan menghilangkannya (was-was tersebut)".[9]

3. Berlindung Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu di atas:

((... فَإِذَا بَلَغَهُ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ))

"… jika telah sampai kepadanya hal tersebut, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dan hendaklah dia menghentikan/memutuskan (was-was tersebut)".

Dan hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Al-A'râf/7:200].

Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu pula dengan lafazh:

فَإِذَا قَالُوا ذَلِكَ، فَقُولُوا: اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، ثُمَّ لِيَتْفُلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ مِنْ الشَّيْطَانِ.

"Jika mereka mengucapkan hal itu (kalimat-kalimat was-was), maka ucapkanlah "Allah itu Maha Esa, Allah itu tempat bergantung, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan," kemudian meludahlah ke kiri (3x) dan berlindunglah kepada Allah" [10]

4. Dzikrullah.
Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (menyadari) kesalahan-kesalahannya". [Al-A'râf/7:201].

Nas'alullaha at taufiq.

Kamis, 24 Februari 2011

Fluktuasi Keimanan


Sebab-sebab bertambahnya keimanan

Di antara hal-hal yang akan menumbuhsuburkan keimanan dan membuat batangnya kokoh serta menyebabkan tunas-tunasnya bersemi adalah :

Pertama
Mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena apabila pengetahuan hamba terhadap Tuhannya semakin dalam dan berhasil membuahkan berbagai konsekuensi yang diharapkan maka pastilah keimanan, rasa cinta dan pengagungan dirinya kepada Allah juga akan semakin meningkat dan menguat.

Kedua
Merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun ayat syar’iyah. Karena apabila seorang hamba terus menerus memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah beserta kemahakuasaan-Nya dan hikmah-Nya yang sangat elok itu maka tidak syak lagi niscaya keimanan dan keyakinannya akan semakin bertambah kuat.

Ketiga
Senantiasa berbuat ketaatan demi mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Karena sesungguhnya pasang surut keimanan itu juga tergantung pada kebaikan, jenis dan jumlah amalan. Apabila suatu amal memiliki nilai lebih baik di sisi Allah maka peningkatan iman yang dihasilkan darinya juga akan semakin besar. Sedangkan standar kebaikan amal itu diukur dengan keikhlasan dan konsistensi untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila dilihat dari sisi jenis amalan, maka amal itu terbagi menjadi amal yang wajib dan amal sunnah. Sedangkan amal wajib tentu lebih utama daripada amal sunnah apabil ditinjau dari jenisnya. Begitu pula ada sebagian amal ketaatan lebih ditekankan daripada amal yang lainnya. Sehingga apabila suatu ketaatan termasuk jenis ketaatan yang lebih utama maka niscaya pertambahan iman yang diperoleh darinya juga semakin besar. Demikian pula iman akan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah/kuantitas amalan. Karena amal itu adalah bagian dari iman maka bertambahnya amal tentu saja akan berakibat bertambahnya keimanan.

Keempat
Meninggalkan kemaksiatan karena merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila keinginan dan faktor pendukung untuk melakukan suatu perbuatan atau ucapan maksiat semakin kuat pada diri seseorang maka meninggalkannya ketika itu akan memiliki dampak yang sangat besar dalam memperkuat dan meningkatkan kualitas iman di dalam dirinya. Karena kemampuannya untuk meninggalkan maksiat itu menunjukkan kekuatan iman serta ketegaran hatinya untuk tetap mengedepankan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya daripada keinginan hawa nafsunya. (disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 104-105)

Sebab-sebab berkurangnya keimanan
Di antara sebab-sebab yang bisa menyebabkan keimanan seorang hamba menjadi turun dan surut atau bahkan menjadi hilang dan lenyap adalah sebagai berikut :

Pertama
Bodoh tentang Allah ta’ala, tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya

Kedua
Lalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama, tidak memperhatikan ayat-ayat Allah dan hukum-hukum-Nya, baik yang bersifat kauni maupun syar’i. Sesungguhnya kelalaian dan sikap tidak mau tahu semacam itu pasti akan membuat hati menjadi sakit atau bahkan mati karena belitan syubhat dan jeratan syahwat yang merasuki hati dan sekujur tubuhnya.

Ketiga
Berbuat atau mengutarakan ucapan maksiat. Oleh karena itulah iman akan turun, melemah dan surut sebanding dengan tingkatan maksiat, jenisnya, kondisi hati orang yang melakukannya serta kekuatan faktor pendorongnya. Iman akan banyak sekali berkurang dan menjadi sangat lemah apabila seorang hamba terjerumus dalam dosa besar, jauh lebih parah dan lebih mengenaskan daripada apabila dia terjerembab dalam dosa kecil. Berkurangnya keimanan karena kejahatan membunuh tentu lebih besar daripada akibat mengambil harta orang. Sebagaimana iman akan lebih banyak berkurang dan lebih lemah karena dua buah maksiat daripada akibat melakukan satu maksiat. Demikianlah seterusnya. Dan apabila seorang hamba yang bermaksiat menyimpan perasaan meremehkan atau menyepelekan dosa di dalam hatinya serta diiringi rasa takut kepada Allah yang sangat minim maka tentu saja pengurangan dan keruntuhan iman yang ditimbulkan juga semakin besar dan semakin berbahaya apabila dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan oleh orang yang masih menyimpan rasa takut kepada Allah tetapi tidak mampu menguasai diri untuk tidak melakukan maksiat. Dan apabila dilihat dari sisi kekuatan faktor pendorong yang dimiliki orang maka penyusutan iman yang terjadipun berbeda. Apabila suatu maksiat terjadi pada diri orang yang faktor pendorongnya semakin lemah atau semakin kecil maka penurunan iman yang ditimbulkannya juga akan semakin besar, semakin parah dan lebih tercela daripada orang yang bermaksiat tapi memang padanya terdapat faktor pendorong yang lebih kuat dan lebih besar. Oleh sebab itulah orang miskin yang sombong dan orang tua bangka yang berzina dosanya lebih besar daripada dosa orang kaya yang sombong dan perbuatan zina seorang yang masih muda. Hal itu sebagaimana dikisahkan di dalam hadits, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dan tidak akan diperhatikan oleh-Nya pada hari kiamat.” Dan di antara mereka itu adalah orang tua beruban yang berzina dan orang miskin yang sombong.

Keempat
Meninggalkan ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan maupun amalan fisik. Sebab iman akan semakin banyak berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga semakin besar. Apabila nilai suatu ketaatan semakin penting dan semakin prinsip maka meninggalkannya pun akan mengakibatkan penyusutan dan keruntuhan iman yang semakin besar dan mengerikan. Bahkan terkadang dengan meninggalkannya bisa membuat pelakunya kehilangan iman secara total, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat sama sekali. Perlu diperhatikan pula bahwa meninggalkan ketaatan itu terbagi menjadi dua. Pertama, ada yang menyebabkan hukuman atau siksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berupa kewajiban dan tidak ada alasan yang hak untuk meninggalkannya. Kedua, sesuatu yang tidak akan mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya, seperti : meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i (berdasarkan ketentuan agama) atau hissi (berdasarkan sebab yang terindera), atau tidak melakukan amal yang hukumnya mustahab/sunnah. Contoh untuk orang yang meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i atau hissi adalah perempuan yang tidak shalat karena haidh. Sedangkan contoh orang yang meninggalkan amal mustahab/sunnah adalah orang yang tidak mengerjakan shalat Dhuha (disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 105-106)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

Selasa, 15 Februari 2011

Kisah Menakjubkan Tentang Sabar dan Syukur Kepada Allah


Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu 'anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.

Abdullah bin Muhammad berkata, "Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan""

Abdullah bin Muhammad berkata, "Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, "Aku mendengar engkau berkata "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan", maka nikmat manakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut??, dan kelebihan apakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu hingga engkau menysukurinya??"

Orang itu berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku?, demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah engkau mencari kabar tentangya –semoga Allah merahmati engkau-". Aku berkata, "Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau". Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan di makan oleh binatang buas, akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji'uun. Aku berkata, "Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??". Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Tatkala aku menemui orang tersbut maka akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, "Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?", aku berkata, "Benar". Ia berkata, "Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?". Akupun berkata kepadanya, "Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihissalam?", ia berkata, "Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam ", aku berkata, "Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?", orang itu berkata, "Tentu aku tahu". Aku berkata, "Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?", ia berkata, "Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya", ia berkata, "Benar". Aku berkata, "Bagaimanakah sikapnya?", ia berkata, "Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?", ia berkata, "Iya", aku berkata, "Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?", ia berkata, "Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!". Aku berkata, "Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau". Orang itu berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka", kemudian ia berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia. Aku berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[1]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku "Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?". Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, "Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!", maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, "Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!". Aku bertanya kepada mereka, "Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?", mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu 'Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. Tatkala tiba malam hari akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ{ (الرعد:24)

"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. 13:24)
Lalu aku berkata kepadanya, "Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?", ia berkata, "Benar", aku berkata, "Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua", ia berkata, "Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai"
Penulis: Firanda Andirja
Artikel www.firanda.com

Renungan "Rumah Masa Depan"



النفس تبكي على الدنيا وقد علمت...أن السلامة فيها ترك ما فيها
(Sungguh aneh) jika jiwa menangis karena perkara dunia (yang terluput) padahal jiwa tersebut mengetahui bahwa keselamatan adalah dengan meninggalkan dunia

لا دار للمرء بعد الموت يسكنها...إلا التي كان قبل الموت يبنيها
Tidak ada rumah bagi seseorang untuk ditempati setelah kematian, kecuali rumah yang ia bangun sebelum matinya

فإن بناها بخير طاب مسكنه...وإن بناها بشر خاب بانيها
Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula

أموالنا لذوي الميراث نجمعها...ودورنا لخراب الدهر نبنيها
Harta kita yang kita kumpulkan adalah milik ahli waris kita, dan rumah-rumah (batu) yang kita bangun akan rusak dimakan waktu

كم من مدائن في الآفاق قد بنيت...أمست خرابا وأفنى الموت أهليها
Betapa banyak kota (megah) dipenjuru dunia telah dibangun, namun akhirnya rusak dan runtuh, dan kematian telah menyirnakan para penghuninya

أين الملوك التي كانت مسلطنة...حتى سقاها بكأس الموت ساقيها
Dimanakah para raja dan pimpinan yang dahulu berkuasa? Agar mereka bisa meneguk cangkir kematian

لا تركنن إلى الدنيا فالموت...لا شك يفنينا ويفنيها
Janganlah engkau condong kepada dunia, karena tidak diragukan lagi bahwa kematian pasti akan membuat dunia sirna dan mebuat kitapun fana

واعمل لدار غدا رضوان خازنها...والجار أحمد والرحمن بانيها
Hendaknya engkau beramal untuk rumah masa depan yang isinya adalah keridoan Allah, dan tetanggamu adalah Nabi Muhammad serta yang membangunnya adalah Ar-Rohman (Allah yang maha penyayang)

قصورها ذهب والمسك طينتها...والزعفران حشيش نابت فيها
Bangunannya terbuat dari emas, dan tanahnya menghembuskan harumnya misik serta za'faron adalah rerumputan yang tumbuh di tanah tersebut

أنهارها لبن مصفى ومن عسل...والخمر يجري رحيقا في مجاريها
Sungai-sungainya adalah air susu yang murni jernih, madu dan khomr, yang mengalir dengan bau yang semerbak

والطير تشدو على الأغصان عاكفة...تسبح الله جهرا فى مغانيها
Burung-burung berkicau di atas ranting dan dahan di atas pohon-pohon yang ada di surga
Mereka bertasbih memuji Allah dalam kicauan mereka

فمن يشتري الدار في الفردوس يعمرها...بركعة في ظلام الليل يحييها
Siapa yang hendak membangun surga firdaus maka hendaknya ia memenuhinya dengan sholat di dalam kegelapan malam

Jumat, 04 Februari 2011

Iman dalam Pandangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah



Pembicaraan tentang masalah iman merupakan salah satu perkara penting yang mendasar. Bahkan ini merupakan dasar aqidah seorang muslim. Salah dalam memahami keimanan bisa menyebabkan seseorang terjerumus dalam keharaman, kebid’ahan, bahkan bisa berujung kekafiran. Semoga sekelumit pembahasan masalah iman ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

[Definisi Iman]

Para ulama mendefinisikan iman yaitu ucapan dengan lisan, keyakinan hati, serta pengamalan dengan anggota badan, bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Inilah makna iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mayoritas Ahlus Sunnah mengartikan iman mencakup i’tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan.

Imam Muhammad bin Isma’il bin Muhammad bin al Fadhl at Taimi al Asbahani mengatakan : “ Iman menurut pandangan syariat adalah pembenaran hati, dan amalan anggota badan”.

Imam Al Baghawi mengatakan : ” Para sahabat, tabi’in, dan ulama ahlis sunnah sesudah mereka bahwa amal termasuk keimanan… mereka mengatakan bahwa iman adalah perkataan, amalan, dan aqidah”

Al Imam Asy Syafi’i berkata dalam kitab Al Umm : “ Telah terjadi ijma’ (konsesus) di kalangan para sahabat, para tabi’in, dan pengikut sesudah mereka dari yang kami dapatkan bahwasanya iman adalah perkataan, amal, dan niat. Tidaklah cukup salah satu saja tanpa mencakup ketiga unsur yang lainnya”

Al Imam Al Laalikaa-i meriwayatkan dari Imam Bukhari : “ Aku telah bertemu lebih dari seribu ulama dari berbagai negeri. Tidak aku dapatkan satupun di antara mereka berselisih bahwasanya iman adalah ucapan dan perbuatan,bisa bertambah dan berkurang “

Kesimpulannya menurut definisi syariat tentang iman bahwasanya iman mencakup perkataan dan perbuatan. Perkataan mencakup dua hal : perkataan hati, yaitu i’tiqad (keyakinan) dan perkataan lisan. Perbuatan juga mencakup dua hal yati perbuatan hati, yaitu niat dan ikhlas, serta perbuatan anggota badan. Sehingga tidak ada perbedaan makna dari ucapan para ulama di atas, yang ada hanya sebatas perbedaan istilah saja.[1]

[Iman Mencakup Keyakinan, Perkataan, dan Perbuatan]

Berikut dalil-dalil yang menjelaskan bahwa iman mencakup keyakinan hati, perkataan, dan perbuatan.

Dalil tentang keyakinan hati :

Allah Ta’ala berfirman :

وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

“karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu” (Al Hujurat:14)

الْإِيمَانَ قُلُوبِهِمُ فِي كَتَبَ

“Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka” (Al Mujaadilah:22)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ

“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya namun keimanannya belum masuk ke dalam hatinya”[2]

Dalil tentang perkataan lisan :

Firman Allah Ta’ala :

قُولُوا ءَامَنَّا بِاللهِ وَمَآأُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآأُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَاْلأَسْبَاطِ وَمَآأُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَآأُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وِنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ {136}

“Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (Al Baqarah:136)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَمَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ مِنِّى مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلاَّ بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka barangsiapa yang mengucapkan, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah’, maka sungguh dia telah menjaga harta dan jiwanya dari (seranganku) kecuali dengan hak Islam, dan hisabnya diserahkan kepada Allah”[3]

Dalil tentang amalan anggota badan :

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا كَانَ اللهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ … {143}

“dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (shalatmu)” (Al Baqarah:143)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Seorang mukmin tidak disebut mukmin saat ia berzina”[4]

Dan masih banyak dalil-dalil lain dari al Quran dan hadist yang menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan, perkataan, dan perbuatan[5]

[Iman Bisa Bertambah dan juga Berkurang]

Di antara keyakinan yang benar tentang iman adalah bahwasanya iman dapat bertambah dan juga dapat berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

فَزَادَهُمْ إِيمَانًا

“maka perkataan itu menambah keimanan mereka” (Ali Imran :173)

لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ {4}

“supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)” (Al Fath:4)

Nabi Shalallahu ‘alihi wa sallam bersabda :

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَانَ فِى قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً

“akan keluar dari neraka, orang yang mengucapkan, ‘Laa Ilaaha Illaahu (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah) ‘, dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji sawi”[6]

Dalam hadist di atas nabi menjelaskan bahwa iman bertingkat-tingkat. Jika sesuatu bisa mengalami penambahan, maka bisa juga berkurang, karena konsekuensi dari penambahan adalah sesuatu yang diberi tambahan itu lebih kurang daripada yang bartambah.[7]

Iman dapat bertambah disebabkan karena bebrapa hal :

1. Mengenal Allah Ta’ala melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Semakin seseorang mengenal Allah, keimanannya semkain bertambah.

2. Memperhatikan ayat-ayat Allah baik ayat-ayat kauniyah maupun ayat syar’iyah.

3. Banyak melakukan ketaaatan.

4. Meninggalkan kemakisatan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah

Adapun ha-hal yang dapat mengurangi keimanan di antaranya :

1. Berpaling dari mengenal Allah dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya

2. Tidak mau memperhatikan ayat-ayat kauniyah dan syar’iyah

3. Sedikitnya amal shalih

4. Melakukan kemaksiatan kepada Allah[8]

[Iman Memiliki Banyak Cabang]

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

“Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah perkataan, Laa illaaha illallah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman.”[9]

Hadist ini diantara dalil yang menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan hati dan amalan hati, perkataan lisan, dan juga perbuatan anggota badan .Selain itu, hadist ini juga menunjukkan bahwa iman itu memiliki cabang-cabang.

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “ Pokok keimanan memiliki cabang yang banyak. Setiap cabang adalah bagian dari iman. Shalat adalah cabang keimanan, begitu pula zakat, haji, puasa, dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakal… Di antara cabang-cabang tersebut adacabang yang jika hilang maka akan membatalkan keimanan seperti cabang syahadat. Ada pula cabang yang jika hilang tidak membatalkan keimanan seperti menyingkirkan gangguan dari jalan. Di antara dua cabang tersebut terdapat cabang-cabang keimanan lain yang bertingkat-tingkat. Ada cabang yang mengikuti dan lebih dekat ke cabanag syahadat. Ada pula yang mengikuti dan lebih dekat ke cabang menyingkirkan gangguan dari jalan. Demikian pula kekafiran, memiliki pokok dan cabng-cabang. Sebagaimana cabang iman adalah termasuk keimanan, maka cabang kekafiran juga termasuk kekafiran. Malu adalah cabang iman, maka berkurangnya rasa malu merupakan cabang dari kekafiran. Jujur adalah cabang iman, sedangkan dusta adalah cabang kekafiran. Maksiat seluruhnya adalah cabang kekafiran, sebgaiaman semua ketaatan adalah cabang keimanan”[10]

[Keimanan Betingkat-Tingkat]

Syaikh Ibnu Baaz ketika mengomentari perkataan Imam at Thahawi “ Iman adalah satu kesatuan dan pemiliknya memiliki keimanan yang sama” mengatakan : “Perkataan Imam at Thahawi ini perlu ditinjau lagi, bahkan ini merupakan perkataan yang batil. Orang yang beriman tidaklah sama dalam keimanannya. Justru sebaliknya, mereka memiliki keimanan yang bertingkat-tingkat dengan perbedaan yang mencolok. Iman para rasul tidaklah dapat disamakan dengan iman selain mereka. Demikian pula iman para al khulafaur rasyidin beserta para sahabat yang lain, tidaklah sama dengan yang lainnya. Iman orang-orang yang betul-betul beriman juga tidak sama dengan iman orang yang fasik. Hal ini didasari pada perbedaan yang ada dalam hati, berupa pengenalan terhadap Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan segala yang disyariatkan bagi hamba-Nya. Inilah pendapat Ahlus sunnah wal jama’ah, berbeda dengan pendapat murjiah dan yang sepaham dengan mereka.Wallahul musta’an “[11]

Permasalahan ini sangat jelas jika kita melihat dalil-dalil yang ada dalam al Quran dan as Sunnah serta realita yang terjadi bahwa keimanan itu bertingkat-tingkat.

Allah melebihkan sebagian rasul dibandingkan rasul yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman :

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ … {253}

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. …” (Al Baqarah:253)

Pemberian keutamaan sebgaian rasul dibandingkan yang lain disebabkan perbedaan tingkat keimanan mereka. Demikian pula di antara para rasul ada yang termasuk ulul ‘azmi. Mereka adalah rasul-rasul yang memiliki kedudukan yang paling agung dan derajat yang paling tinggi. Para rasul tidak sama semua kedudukannaya di sisi Allah.

Allah Ta’ala berfirman :

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ … {35}

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul …” (Al Ahqaf:35)

Demikian pula keimanan para sahabat. Keimanan mereka berbeda-beda. Keimanan yang paling tingggi adalah keimanan yang dimiliki oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah sahalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Seandainya keimaanan seluruh umat ditimbang dengan keimanan Abu bakar, maka keimanan Abu Bakar lebih berat”. Abu Bakar Su’bah al Qaari berkata : “Tidaklah Abu Bakar mendhaului kalian dengan banyaknya sholat dan shodaqoh, namun dengan iman yang menancap di hatinya”[12]

[Pelaku Dosa Besar Tetaplah Seorang Mukmin]

Termasuk pembahasan penting dalam masalah iman adalah dalam menghukumi pelaku dosa besar. Pada dasarnya, seorang mukmin yang melakukan kemaksiatan yang tidak sampai derajat kekafiran tetap dihukumi sebagai seorang mukmin. Inilah madzab ahlus sunnah wal jama’ah. Di antara dalilnya yaitu ayat qishos dalam firman Allah :

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءُُ فَاتِّبَاعُ بِالْمَعْرُوفِ

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik” (Al Baqarah:178). Mereka (pelaku maksiat) tetap dianggap saudara seiman dengan kemksiatan yang mereka lakukan. Allah juga berfirman :

وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِىءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإن فَآءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ {9} إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ … {10}

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu” (Al Hujurat:9-10). Dalam ayat ini Allah menyifati dua kelompok yang berperang dengan predikat mukmin walaupun mereka saling berperang. Allah juga memberitakan bahwa mereka adalah saudara, dan persaudaraan tidaklah terwujud kecuali antara sesama kaum mukminin, bukan antara mukmin dan kafir.

Adapun orang-orang fasik yang berbuat kemakisatan, keimanan mereka tidak hilang secara total Dalil-dalil syariat terkadang menetapkan keimanan pada mereka, seperti firman Allah :

وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ

“(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya (budak) yang beriman” (An Nisaa’:92). Budak beriman yang dimaksud termasuk juga budak yang fasik.

Terkadang juga dalil-dalil syariat menafikan keimanan pada mereka, seperti dalam hadist:

لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Seorang mukmin tidak disebut mukmin saat ia berzina”[13]

Madzab ahlussunnah dalam menyikapi pelaku maksiat adalah tidak mengkafirkannya, namun juga tidak memutlakkan keimanan pada diri mereka. Oleh akarena itu kita katakan sebgaimana penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “ Mereka (orang-orang fasik) adalah mukmin dengan keimanan yang kurang (tidak sempurna), atau bisa juga dikatakan mukmin dengan keimanannya dan fasik dengan dosa besarnya. Mereka tidak mendapat predikat iman secara mutlak, tidak pula hilang keimanan (secara total) dengan dosa besarnya”[14] (Matan al ‘Aqidah al Washitiyah)

[Antara Iman dan Islam]

Apa perbedaan antara iman dan islam? Kata iman dan islam terkadang disebutkan bersamaan dalam satu kalimat, namun terkadang disebutkan salah satunya saja. Jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup makna keduanya. Dan bila disebutkan kedua-duanya, maka iman dan islam memiliki makna yang berbeda. Jika disebutkan iman saja, maka tercakup di dalamnya makna iman dan islam. Demikian pula sebaliknya. Namun, jika desebutkan iman dan islam, maka masing-masing memilki makna sendiri-sendiri. Iman mencakup malan-amalan hati, sedangkan islam mencakup amalan-amalan lahir.

Imam Ibnu Rajab al Hambali menjelaskan : “Jika masing-masing islam dan iman disebutkan secara sendiri-sendiri (disebutkan iman saja atau islam saja) maka tidak ada perbedaan di antara keduanya. Namun, apabila disebutkan secra bersaamaan, di antara keduanya ada perbedaan. Iman adalah keyakinan hati, pengakuan dan pengenalan. Sedangkan islam adalah berserah diri kepada Allah, tunduk kepadan-Nya dengan melakukan amlan ketaatan “[15]

[Kadar Minimal Rukun Iman]

Pokok-pokok keimanan terdapat dalam rukun iman yang enam, sebagaimana diterangkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :

قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” [16]

Masing-masing rukun iman memiliki kadar minimal sehingga dikatakan sah keimanan seseorang terhadap rukun tersebut. Secara umum, kadar minimal untuk keenam rukun iman tersebut adalah sebagai beikut

Iman kepada Allah:

- Beriman dengan wujud Allah

- Beriman dengan rububiyah Allah

- Beriman dengan uluhiyah Allah

- Beriman dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah

Iman kepada para malaikat Allah:

- Beriman dengan keberadaan para malaikat Allah

- Mengimani secara rinci nama-nama malaikat yang kita ketahui, dan mengimani secara global yang tidak kita ketahui

- Mengimani secara rinci sifat-sifat mereka yang kita ketahui, dan mengimani secara global yang tidak kita ketahui

- Mengimani secara rinci tugas-tugas mereka yang kita ketahui, dan mengimani secara global yang tidak kita ketahui

Iman kepada kitab-kitab Allah :

- Mengimanai bahwa seluruh kitab berasal dari Allah

- Mengimani secara rinci nama-nama kitab Allah yang kita ketahui dan mengimani secara global yang tidak kita ketahui

- Membenarkan berita-berita yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut

- Beramal dengan hukum-hukum yang ada di dalamnya selama belum dihapus

Iman kepada para rasul Allah :

- Mengimani bahwa seluruh risalah para rasul berasal dari Allah

- Mengimani secra rinci nama para nabi dan rasul Allah yang kita ketahui dan mengimani secara global yang tidak kita ketahui

- Membenarkan berita yang shahih yang datang dari mereka

- Beramal dengan syariat Rasul yang diutus kepada kita (yaitu Muhammad shalallhu ‘alaihi wa sallam)

Iman kepada hari akhir :

- Beriman dengan hari kebangkitan

- Beriman dengan hari perhitungan dan pembalasan (al hisaab wal jazaa’)

- Beriman dengan surga dan neraka

- Beriman dengan segala sesuatu yang terjadi setelah kematian

Iman kepada takdir Allah :

- Beriman bahwasanya Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi

- Beriman bahwasanya Allah telah menetapkan segala sesuatu di Lauh mahfudz

- Beriman bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah

- Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan makhluk Allah[17]

Barangsiapa yang tidak mengimani pokok-pokok yang ada pada kadar minimal rukun iman, maka batal rukun iman tersebut. Dan barangsiapa yang batal salah satu rukun iman, maka batal pula seluruh keimanannya.

[Hukum Mengatakan “ Saya Mukmin InsyaAllah”]

Bolehkah mengucapkan perkataan “Saya mukmin InsyaAllah?”. Perkataan ini diistilahkan oleh para ulama dengan al istisnaa’ fil iman (pengecualian dalam keimanan). Manusia terbagi menjadi tiga kelompok dalam masalah ini. Ada yang mengharamkannya secara mutlak, ada yang membolehkannya secara mutlak, dan ada yang merinci hukumnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum perkataan : Saya mukmin Insya Allah”. Beliau menjelaskan : “ Perkataan seseorang ‘Saya mukmin Insya Allah’ diistilahkan oleh para ulama dengan al istisnaa’ fil iman (pengecualian dalam keimanan). Masalah ini perlu perincian :

1. Jika istisna’ muncul karena ragu dengan adanya pokok keimanan maka ini merupakan keharaman bahkan kekafiran.. Karena iman adalah sesuatu yang pasti (yakin) sedangkan keraguan membatalkan keimanan.

2. Jika istisna’ muncul karena khawatir terjatuh dalam tazkiyatun nafsi (menyucikan diri), namun tetap disertai penerapan iman secara perkataan, perbuatan, dan keyakinan, maka hal ini sesuatu yang wajib karena adanya rasa khawatir terhadap sesuatu yang berbahaya yang dapat merusak iman.

3. Jika maksud istisna’ adalah bertabaruk dengan menyebut masyiah (kehendak Allah) atau untuk menjelaskan alasan, dan iman yang ada dalam hati tetap tergantung kehendak Allah, maka hal ini diperbolehkan. Dan penjelasan untuk penyebutan alasan (bayaani ta’lil) tidaklah meniadakan pembenaran iman. Telah terdapat penjelasan hal ini seperti dalam firman Allah :

َتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَآءَ اللهُ ءَامِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لاَتَخَافُونَ …{27}

“… bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut…” (Al Fath :27). Dan juga dalam do’a Nabi ketika ziarah kubur :

وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ “ dan kami insya Allah akan menyusul kalian”[18]

Dengan penjelasan di atas, maka tidak boleh memutlakkan hukum dalam masalah al istisna’ fil iman. Yang benar adalah merinci masalah ini[19].

Demikian beberapa penjelasan mengenai permasalahan iman. Semoga bermanfaat.

Alhamdulillahiladzi bi ni’matihi tatimus shaalihaat


Penulis: Adika Mianoki

Artikel www.muslim.or.id

Rayuan Setan Dalam Pacaran

Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)

Adab Bergaul Antara Lawan Jenis

Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis

Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta

Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….

Iblis, Sang Penyesat Ulung

Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

***

Penulis: Ibnu Sutopo Yuono
Artikel www.muslim.or.id

9 Kiat Agar Tidak Terjerumus dalam Kelamnya Zina (1)

Segala puji yang terbaik hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.

Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar mereka bisa menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri kepahaman.

Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina

Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.

Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,

ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ

“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.

Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ

“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]

Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.

Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan

Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)

Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.

Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »

“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)

Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan

Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »

“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ

”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan muhrim tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada muhrimnya.” (HR. Muslim no. 2171)

Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj

Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria

Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)

Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,

ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.

Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)

Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

-bersambung insya Allah-

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id